Tragedi Sukhoi Dipicu Tamu di Kokpit
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan ada orang lain selain pilot dan kopilot di kokpit pesawat Sukhoi Superjet 100 yang mengalami kecelakaan pada 9 Mei 2012
di Gunung Salak, Jawa Barat. "Ada wakil calon pembeli," kata Ketua KNKT
Tatang Kurniadi dalam konferensi pers di kantornya, Selasa, 18 Desember
2012.
Ia menjelaskan, dalam penerbangan tersebut, pilot in command bertugas sebagai pengemudi pesawat. "Sedangkan second in command sebagai pilot monitoring," kata dia. Tatang pun menyebutkan, di kokpit, ada tempat duduk observer yang diisi oleh calon pembeli.
KNKT menyebutkan, ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di Gunung Salak itu. Salah satunya adalah adanya pengalihan perhatian awak pesawat melalui percakapan berkepanjangan yang tidak terkait dengan penerbangan. "Ada diskusi dengan tamu tentang fuel consumption selama 38 detik," kata Ketua Tim Penyidik KNKT, Mardjono Siswosuwarno.
Dalam diskusi itu, kapten pun sempat mengajukan permintaan. "Kita mau pulang saja apa terus bikin orbit?" kata Mardjono menirukan. Kapten mengajukan pertanyaan itu sampai tiga kali. Karena diskusi itulah pesawat menuju arah yang tidak seharusnya. Ia menyebutkan pilot seolah-olah menyelonong.
Sedangkan dua faktor lainnya yang berkontribusi dalam kecelakaan berasal dari awak pesawat dan Jakarta Radar. Pertama, awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan sehingga mengabaikan peringatan dari terrain awareness and warning system (TAWS). Kedua, Jakarta Radar belum memiliki batas ketinggian minimum yang diberikan vektor.
Vektor adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot di pelayanan radar. Selain itu, Jakarta Radar pun belum dilengkapi dengan minimum safe altitude warning (MSAW), yang berfungsi untuk Gunung Salak. Menurut KNKT, keberadaan tamu di kokpit diizinkan dalam demo flight. "Tapi pilot harus diberi peringatan agar tidak lalai," ujarnya.
KNKT menyebutkan, ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di Gunung Salak itu. Salah satunya adalah adanya pengalihan perhatian awak pesawat melalui percakapan berkepanjangan yang tidak terkait dengan penerbangan. "Ada diskusi dengan tamu tentang fuel consumption selama 38 detik," kata Ketua Tim Penyidik KNKT, Mardjono Siswosuwarno.
Dalam diskusi itu, kapten pun sempat mengajukan permintaan. "Kita mau pulang saja apa terus bikin orbit?" kata Mardjono menirukan. Kapten mengajukan pertanyaan itu sampai tiga kali. Karena diskusi itulah pesawat menuju arah yang tidak seharusnya. Ia menyebutkan pilot seolah-olah menyelonong.
Sedangkan dua faktor lainnya yang berkontribusi dalam kecelakaan berasal dari awak pesawat dan Jakarta Radar. Pertama, awak pesawat tidak menyadari kondisi pegunungan di sekitar jalur penerbangan sehingga mengabaikan peringatan dari terrain awareness and warning system (TAWS). Kedua, Jakarta Radar belum memiliki batas ketinggian minimum yang diberikan vektor.
Vektor adalah perintah berupa arah yang diberikan oleh pengatur lalu lintas udara kepada pilot di pelayanan radar. Selain itu, Jakarta Radar pun belum dilengkapi dengan minimum safe altitude warning (MSAW), yang berfungsi untuk Gunung Salak. Menurut KNKT, keberadaan tamu di kokpit diizinkan dalam demo flight. "Tapi pilot harus diberi peringatan agar tidak lalai," ujarnya.
0 comments:
Post a Comment